
LOMBOK INFO – Dari sekian banyak penjual nasi campur di Kota Mataram, salah satu yang istimewa dan menjadi pilihan para pencinta kuliner adalah Warung Makan Murah di Lingkungan Sukaraja, Ampenan.
Salah satu kebiasaan masyarakat penggemar kuliner di Kota Mataram untuk memudahkan ingatan adalah memberikan sebutan pada warung atau rumah makan langganan dengan menyebut tempatnya, terlebih jika warung/rumah makan tersebut memang tidak bernama.
Bahkan seringkali sebutan ini menjadi lebih populer dibanding dengan nama yang dibuat oleh pemiliknya. Seperti Plecing Dasan Agung, Plecing Seruni, Warung Bengkel, juga Sate Rembiga.

Senada dengan hal di atas, jika kita bertanya untuk mencari Rumah Makan Murah di Ampenan mungkin sedikit orang saja yang bisa menunjukkan.
Tetapi kalau kita tanyakan tentang Nasi Campur Sukaraja, maka bisa dipastikan hampir semua warga Mataram penggemar kuliner mengenalnya.
Untuk menuju warung makan ini kita harus melewati satu gang kecil yang ketika dua sepeda motor berpapasan mengharuskan salah satunya untuk berhenti dan memepetkan kendaraannya pada tembok bangunan di kanan atau kirinya.
Bagi konsumen yang datang dengan kendaraan roda empat maka harus memarkir kendaraannya di tepi jalan raya kemudian berjalan kaki sekitar sekitar lima puluh meter di gang kecil tersebut.
Kemudian jika kita ingin menyantap langsung di tempat, maka kita harus siap untuk “berkeringat”, baik karena pedasnya sambal maupun karena ruang makannya yang tidak lapang.

Namun kelezatan makanan yang disajikan di warung makan ini terbukti mengalahkan semua masalah itu.
Daya tarik utama dari warung ini adalah sayur dan lauk pauk yang beraneka ragam, khususnya potongan ayam kampung yang digoreng dengan rasa yang sangat gurih dan sedikit manis, dan juga ada yang dimasak dengan bumbu kari.
Masakan kari ini tidak selalu berisi ayam kampung, terkadang juga daging sapi. Tetapi untuk lauk ayam kampung yang digoreng bisa dikatakan wajib ada.
Kemudian beberapa lauk yang melengkapinya adalah sambal goreng kentang yang dicampur jeroan ayam, tempe goreng, perkedel, telur pindang atau telur dadar, dan sate pusut.
Dipadu dengan sayur baik yang ditumis maupun berkuah santan seperti tumis kacang panjang, lodeh labu, atau kadang kalau beruntung terutama menjelang jam makan siang kita juga bisa bertemu kelezatan sayur pakis bersantan kental yang disebut olah-olah, dan juga beberuk yang sangat khas Lombok.
Bagi para pecinta kuliner di Mataram dan sekitarnya, nasi campur di Warung Murah ini bukanlah pilihan yang baru. Bahkan bisa dibilang warung ini sudah menjadi salah satu legenda kuliner yang bertahan dan tidak lekang oleh perubahan zaman.
Hajah Saimah, sebagai pemilik warung ini awalnya pada tahun 1970an berjualan dengan lapak sederhana di pinggir terminal Ampenan, yang sekarang sudah berubah menjadi Taman Jangkar.
Setelah beberapa tahun berjualan dan mempunyai banyak pelanggan setia dia memutuskan untuk memindahkan jualannya ke rumah yang berjarak sekitar 200 meter dari terminal.
Terbukti walaupun rumahnya yang kemudian juga menjadi warungnya berada di dalam kampung dengan gang yang sempit sebagai akses jalan masuknya, ternyata pelanggannya tetap mencarinya, dan bahkan dari tahun ke tahun semakin bertambahlah pelanggannya, hingga saat ini.
Sejak beberapa tahun belakangan warung makan ini dikelola oleh Haji Mukhsin, anak dari Hajah Saimah atau generasi kedua sebagai pemiliknya.
Tetapi walaupun demikian rasa dari nasi campur ini tidak berubah, begitu juga dengan kombinasi sayur dan lauk pauknya.
Selain rasa pedas yang merupakan ciri hidangan khas Lombok, yang menarik pada nasi campur Sukaraja ini juga terdapat rasa manis pada ayam goreng dan sambal goreng kentang yang dicampur jeroan ayam.
Rasa manis pada ayam goreng tersebut mengingatkan kita pada ayam goreng bumbu bacem yang menjadi kegemaran sebagian masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Sedangkan rasa manis dan sedikit pedas pada sambal goreng kentang dan jeroan ayamnya lebih mirip dengan rasa olahan ayam atau bebek pada masyarakat Banjarmasin di Kalimantan Selatan.
Perpaduan rasa di atas menunjukkan bahwa Ampenan sebagai kota pelabuhan sejak dahulu telah menyatukan berbagai suku bangsa yang mendiaminya, di mana mereka telah berbaur dan saling memengaruhi, termasuk dalam budaya kulinernya.**
Jurnalis: Bambang Parmadi