Beberapa warga masyarakat tengah menikmati suasana menjelang terbenamnya matahari di Pantai Tanjung Karang. Foto: Bambang Parmadi.
Beberapa warga masyarakat tengah menikmati suasana menjelang terbenamnya matahari di Pantai Tanjung Karang. Foto: Bambang Parmadi.

LOMBOK INFO – Pantai Tanjung Karang menjadi tujuan masyarakat Kota Mataram dan sekitarnya saat ingin bersantai di sela kesibukan kerja dan berbagai aktivitas lainnya.

Dari pusat Kota Mataram Pantai Tanjung Karang terbilang dekat, hanya berjarak sekitar 6 kilometer ke arah tenggara, tepatnya masuk dalam wilayah Kecamatan Sekarbela.

Menguak Jejak Sejarah yang Hilang di Pantai Tanjung Karang, Lombok Info
Taman Loang Baloq yang baru saja dipercantik dengan dibangunnya plaza terbuka semakin menarik minat masyarakat mengunjungi Pantai Tanjung Karang. Foto: kemenparekraf.go.id.

Hampir setiap sore banyak masyarakat menghabiskan waktu di pantai ini sambil menikmati keindahan alam saat menjelang terbenamnya matahari. Terlebih pada akhir pekan semakin ramai pengunjung yang datang sejak pagi hingga sore hari.

Sementara bagi masyarakat Lombok di luar Kota Mataram, selain keindahan pantainya, Tanjung Karang dikenal karena keberadaan makam keramat Loang Baloq yang selalu ramai dikunjungi untuk berziarah.

Satu hal yang tidak banyak masyarakat ketahui adalah bahwa tempat ini ternyata menyimpan catatan sejarah yang panjang. Pada sekitar 3 abad silam Tanjung Karang pernah menjadi pusat kekuasaan yang mengendalikan sebagian wilayah Pulau Lombok.

Bahkan kawasan yang sekarang dikenal sebagai Pantai Tanjung Karang tersebut menjadi sebuah pelabuhan yang berfungsi sebagai satu simpul penting perdagangan antar pulau di Nusantara.

Pada tahun 1741 kumpulan komunitas masyarakat keturunan dari Karangasem, Bali yang ada di sisi barat Pulau Lombok berhasil mengonsolidasikan diri menjadi satu kekuatan yang terpusat di bawah kepemimpinan Gusti Wayan Tagah yang berada di Tanjung Karang.

Dalam catatan seorang netizen pemerhati sejarah Lombok, Gegen Redrebels pada akun Facebook Lombok Heritage & Science Society, disebutkan bahwa pada saat itu Tanjung Karang selain menjadi pusat kekuasaan juga menjadi simpul perekonomian yang cukup penting dengan pelabuhan yang dimilikinya.

Pelabuhan Tanjung Karang banyak disinggahi kapal dagang berbendera Inggris, terutama kapal-kapal yang sedang mengangkut rempah dari Maluku.

Menguak Jejak Sejarah yang Hilang di Pantai Tanjung Karang, Lombok Info
Deretan perahu milik para nelayan yang tinggal di sekitar Pantai Tanjung Karang. Foto: Bambang Parmadi.

Selain itu, Wayan Tagah juga membuka pintu untuk para pedagang Nusantara, di antaranya para pedagang dari Bengkulu. Salah satu pedagang Bengkulu yang tercatat kerap bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Karang bernama Daeng Manupa.

Alhasil di bawah kepemimpinan Tagah, tahun 1760, Tanjung Karang tumbuh sebagai pelabuhan ramai yang yang banyak disinggahi kapal asing.

Bukan sekadar pelabuhan, Tanjung Karang dan sekitarnya tumbuh menjadi kota dagang dengan kantor-kantor perwakilan dagang internasional.

Namun sinar gemilang Tanjung Karang mulai memudar menyusul kematian Wayan Tagah tahun 1775. Perang saudara para pewaris kekuasaan membuat para pedagang enggan datang.

Alfons van der Kraan dalam buku “Lombok: Conquest, Colonization, and Underdevelopment, 1870-1940” menyebut saat itu kerajaan terpecah menjadi empat kekuatan utama yaitu Cakranegara (Karangasem Sasak), Mataram, Pagesangan, dan Pagutan. Dari empat kekuatan itu, Karangasem Sasak dan Mataram adalah dua kekuatan terbesar.

Karangasem Sasak memanfaatkan Tanjung Karang sebagai pelabuhan utamanya, sedangkan Mataram mulai mengembangkan Pelabuhan Ampenan. Awalnya persaingan dua pelabuhan ini sempat membuat perdagangan di pantai barat Lombok menggeliat.

Namun nuansa persaingan dan intrik perebutan kuasa akhirnya pecah menjadi perang saudara terbuka tahun 1838-1839. Puri Mataram bersiap melawan saudara tuanya di Cakranegara.

Puri Mataram akhirnya memenangkan pertarungan, dan kemenangan Puri Mataram membuat Pelabuhan Tanjung Karang mulai dilupakan, karena Puri Mataram sebagai penguasa baru lebih memilih Ampenan sebagai pelabuhan utamanya.

Kejayaan Pelabuhan Ampenan berlangsung cukup lama, melewati beberapa kali pergantian kekuasaan yaitu masuknya Hindia Belanda pada tahun 1894, pemerintahan Jepang pada tahun 1942 dan zaman kemerdekaan tahun 1945 hingga dipindahkannya ke Pelabuhan Lembar pada tahun 1976.

Sementara Pelabuhan Tanjung Karang pun ditinggalkan dan dilupakan, tak ada yang tersisa lagi. Tak ada tanda yang menunjukkan bahwa 270 tahun lalu Tanjung Karang adalah bandar yang ramai.

Tak ada satupun jejak yang bisa ditemukan sebagai penanda bahwa di sekitar muara Sungai Ancar dan Sungai Unus itu pernah berdiri satu pelabuhan yang menghubungkan Lombok dengan pulau – pulau dan negeri -negeri lain.**

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here