Lombok Info – Ampenan adalah salah satu kecamatan di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Walaupun hanya satu kecamatan, di masa lalu pernah menjadi kawasan yang sangat penting bagi masyarakat Pulau Lombok, terutama dalam perkembangan perekonomiannya.
Salah satu bukti pentingnya kedudukan Ampenan adalah, sebelum dioperasikannya Bandara Interenasional Lombok di Praya Lombok Tengah, Bandara Selaparang yang terletak di Kota Mataram dalam call sign resmi penerbangan disebut AMI, yang merupakan kependekan dari kata Ampenan.
Dengan berbagai warisan sejarah yang dimiliki, Ampenan pun mendapat sebutan sebagai Kota Tua, dan termasuk salah satu kota yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Di Indonesia sendiri terdapat 43 kota yang termasuk dalam JKPI.
Berbagai tulisan menyebut pertumbuhan Kota Tua Ampenan dimulai saat dibangunnya pelabuhan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1924. Pembangunan dan perkembangan sejak itulah yang meninggalkan jejak sejarah, yang sebagiannya masih bisa kita saksikan saat ini.
Akan tetapi banyak sumber lain mencatat bahwa Ampenan sebagai kota pelabuhan sejatinya telah berkembang jauh sejak sebelum kedatangan kekuasaan Kolonial Belanda di Lombok. Tepatnya adalah pada pertengahan abad 18, atau sekitar tahun 1740an.
Ahmad Sugeng, seorang penggiat literasi sejarah Lombok, dalam Kompasiana.com yang dirilis pada tanggal 29 April 2021 menuliskan dengan panjang lebar dan cukup detil terkait sejarah Ampenan ini.
Dimulai pada tahun 1741, ketika di Lombok berkuasa seorang raja yang bernama I Gusti Wayan Taga yang bertempat tinggal di Tanjung Karang. Wayan Taga berstatus sebagai wakil kerajaan Karang Asem Bali di Lombok, yang mana Lombok pada tahun tersebut adalah vasal dari Karang Asem Bali.

Pada tahun itulah Pelabuhan Tanjung Karang dan Ampenan mulai dibangun oleh Wayan Taga, dan hubungan dagang dengan beberapa wilayah di Nusantara pun dibuka .
Pada bulan Agustus 1741,Wayan Taga mengirim surat kepada Gubernur Belanda di Makasar yang bernama Hendrik Smout, isinya Wayan Taga menyampaikan permintaan untuk mengadakan hubungan dagang dan menyatakan bahwa daerahnya banyak menghasilkan beras dan telur itik.
Akan tetapi surat tersebut tidak mendapat respon seperti yang diharapkan, sehingga Wayan Taga pun mulai mendekati pedagang -pedagang yang berasal dari Inggris.

Pada 1760, pedagang Inggris mulai meramaikan Tanjung Karang, kapal Inggris yang banyak mengangkut rempah dari Maluku, menyempatkan diri untuk singgah di Tanjung Karang.
Pada bulan Juli 1775, I Gusti Wayan Taga meninggal. Kematian Wayan Taga menimbulkan perpecahan di kalangan para elite penguasa trah Karang Asem Bali di Lombok.

Keuasaan trah Karang Asem terpecah menjadi empat kekuatan, yakni Pagesangan, Pagutan, Karang Asem / Singasari Sasak (Cakranegara) dan Mataram. Diantara empat kekuatan itu, Karang Asem Sasak dan Mataram, adalah dua kekuatan utama yang paling menonjol.
Melanjutkan usaha perdagangan yang telah dirintis Wayan Taga, dua kerajaan utama ini mulai berbagi pelabuhan, Karang Asem Sasak menggunakan Tanjung Karang, dan Mataram menggunakan Ampenan.
Dua pelabuhan ini semakin ramai, menjadi pelabuhan utama dan penghubung laju perekonomian antara Lombok dengan pulau-pulau lain di Nusantara, bahkan dengan Singapura, Hongkong, dan Australia.
Akan tetapi perpecahan antar pemegang kekuasaan warisan I Gusti Wayan Taga terus terjadi. Perpecahan dan konflik kekuasaan antar saudara tersebut mencapai puncaknya pada Januari 1838, di mana meletus perang terbuka antara Karang Asem Sasak dengan Mataram.
Sejarah mencatat, Mataram muncul sebagai pemenang pada perang tersebut, dan sejak itu supremasi Mataram di pulau Lombok semakin kuat.
Pelabuhan Ampenan pun demikian, sejak Mataram berkuasa penuh, Ampenan tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai dan padat, sementara Pelabuhan Tanjung Karang mulai ditinggalkan.
Lokasi Pelabuhan Ampenan di Selat Lombok sangat strategis, yakni berada di tengah tengah jalur perdagangan panjang Australia-Singapure-Bengalen dan Australia-Manila-Cina.
Karena itu Ampenan benar benar telah menjelma menjadi bandar Internasional yang penting di kawasan timur Nusantara.
Pada Oktober 1841 tercatat sebanyak 25 kapal berbendera Inggris berlabuh di Ampenan.
Hasil-hasil pertanian di Lombok yang berupa beras, kapas dan kacang hijau adalah komoditas utama yang dieksport melalui pelabuhan Ampenan.
Sedangkan barang import yang datang di Ampenan antara lain berupa besi, timah hitam, senjata, emas, uang kepeng, sutra, minuman keras, kain-kain dan candu.
Sebagai kota Bandar internasional, Ampenan pun menjelma menjadi kota dengan penduduk yang majemuk, berbagai suku dan bangsa hidup di kota ini, mulai dari suku Sasak, Bali, Bugis, Banjar, Melayu, Cina, Arab, bahkan pada masanya dulu, warga bangsa Eropa juga banyak menetap di kota ini.
Kondisi yang bisa disebut masa keemasan Kota Ampenan dengan pelabuhannya ini terus berlangsung hingga era kekuasaan terakhir Kerajaan Mataram / Karang Asem Lombok pada akhir abad 19, ketika ekspedisi militer Kolonial Belanda merangsek masuk ke Lombok dan menghancurkan kekuasaan raja terakhirnya.
Proses runtuhnya kekuasaan raja terakhir Karang Asem Lombok, Anak Agung Anglurah Gede Ngurah Karangasem mulai berlangsung Pada saat terjadi perang Lombok tahun 1891-1894, di mana peperangan ini mencapai puncaknya dengan pendaratan pasukan Belanda di Pelabuhan Ampenan pada 5 Juli 1894.
Perang besar pun berlangsung sejak Bulan Juli hingga bulan November 1894. Peperangan itu telah meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Karang Asem Lombok.
Tidak hanya riwayat kerajaannya yang berakhir, bahkan istana raja yang dikenal dengan sebutan Puri Ukir di Kota Cakranegara pun luluh lantak dan rata dengan tanah oleh ribuan peluru meriam Belanda.
Sang raja yang kalah diungsikan sebagai tawanan ke Batavia, dan Lombok secara penuh berada dalam Kekuasaan Kolonial Belanda.
Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, pelabuhan Ampenan direnovasi dan diperbaiki. Renovasi dan pembangunan itu terjadi pada tahun 1926.
Di tangan Belanda, Ampenan melanjutkan masa keemasanya. Aktivitas ekspor dan impor terus berlangsung di pelabuhan ini.
Berbagai komoditas penting dari wilayah ini seperti padi dan juga ternak (sapi dan kuda) dikirim ke luar daerah, bahkan diekspor ke Hongkong, Singapura, dan Eropa.
Bahkan pemberangkatan jamaah haji yang sebelumya berlangsung di Labuhan Haji, Lombok Timur mulai berpindah dan dilaksankan dari pelabuhan ini.**
Penulis: Bambang Parmadi.