Suasana jalan utama Kota Mataram seratusan tahun silam,dengan pepohonan rindang di tepi kanan kirinya, dan terdapat jembatan di atas sebuah sungai kecil. (Wikipedia/ Tropen Museum)
Suasana jalan utama Kota Mataram seratusan tahun silam,dengan pepohonan rindang di tepi kanan kirinya, dan terdapat jembatan di atas sebuah sungai kecil. (Wikipedia/ Tropen Museum)

LOMBOK INFO – Jalan kaki, lari-lari kecil atau bersepeda sepanjang Jalan Langko dan Jalan Pejanggik di pusat Kota Mataram menjadi olah raga yang menyenangkan. Bukan hanya kesehatan dan kesegaran tubuh yang kita dapatkan, tetapi kita juga bisa melihat jejak-jejak sejarah yang akan menambah wawasan dan pengetahuan.

Jalan Langko dan Jalan Pejanggik dapat kita sebut sebagai pusat Kota Mataram karena banyak pusat kegiatan penting berada di sini.
Kantor Polres Mataram, Kantor Pengadilan Negeri Mataram, beberapa kantor pemerintah dan perbankan, dan yang paling utama adalah Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat yang bersebelahan dengan Kantor Walikota Mataram.

Menyusuri Jalan Langko berlanjut ke Jalan Pejanggik, kita akan menikmati keteduhan dari rimbunnya daun pohon-pohon kenari tua yang berbaris rapi di kanan kiri jalan.

Keteduhan itu tentu menyegarkan pandangan sekaligus menyenangkan. Bahkan pada siang hari pun melintas di jalan ini panasnya sinar matahari menjadi berkurang karena rimbunnya daun-daun pohon kenari itu.

Pohon-pohon kenari tua yang berbaris sepanjang kurang lebih tiga kilometer dari depan Lapangan Malomba di bagian barat kota hingga ke titik Nol kilometer di depan Kantor Kodim (Komando Distrik Militer) 1606 / Mataram ini menjadi penanda sekaligus menjadi kekayaan sejarah yang sangat berharga bagi Kota Mataram, karena tidak semua kota memilikinya.

Akan tetapi tidak banyak warga masyarakat yang mengetahui, bahwa pohon-pohon kenari tua ini menyimpan jejak sejarah panjang sejak seratusan tahun silam.

Tepatnya pada masa awal bercokolnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Lombok setelah penguasa Kerajaan Mataram saat itu berhasil ditaklukkan pada tahun 1894.

Pada peperangan lima bulan sejak pertengahan hingga akhir tahun 1894 itu tentara kolonial Hindia Belanda berhasil mengakhiri kekuasaan raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem setelah menghujani Kota Mataram dan Cakranegara termasuk puri raja di tengahnya dengan puluhan butir peluru meriam yang ditembakkan dari Ampenan.

Sehingga setelah kemenangan itu hal pertama yang dilakukan oleh penguasa kolonial di Lombok adalah menata kembali Kota Mataram yang baru saja dihancurkannya.

Pohon-pohon kenari yang hingga sekarang masih kokoh berdiri dengan ukuran yang cukup besar ini adalah bagian dari penataan kota tersebut.

Jalan Panjang dengan Sejarah Panjang di Jantung Kota Mataram, Lombok Info
Jalan Langko di sisi Islamic Center Mataram saat ini, dengan jembatan saluran air di kanan dan kirinya. Kemungkinan besar pada posisi inilah foto tua dari Tropen Museum di atas. (Bambang Parmadi)

Akan tetapi berdasarkan berbagai catatan sejarah yang ada, ternyata jalanannya sendiri pertama kali dibangun bukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda melainkan oleh Kerajaan Mataram berpuluh-puluh tahun sebelumnya.

Beberapa tulisan para ilmuwan dan penjelajah dari Eropa yang datang ke Lombok dan tentu juga berkunjung di Kota Mataram sebelum berlangsungnya Perang Lombok pada tahun 1894 membuktikan hal tersebut.

Dalam The Journal of The Indian Archipelago and Eatern Asia Volume V, Juni 1851 Heinrich Zollinger menggambarkan dengan detail Kota Mataram saat itu. Zollinger menjelaskan bahwa Mataram adalah ibukota kerajaan yang teletak tiga mil dari Pelabuhan Ampenan. Satu mil berupa jalan berkelok dan dua mil sisanya berupa jalan lurus.

Jalanan lurus ini sangat indah. Lebarnya sekitar dua puluh meter, dan di tepi kanan kirinya dinaungi Pohon Ara yang berjajar di sepanjang jalan. Bahkan Zollinger menyebut dirinya belum pernah melihat avenues atau jalan-jalan seindah itu di manapun sebelumnya.

Hal yang sama diutarakan Alfred Russel Walace, ilmuwan yang kita kenal menciptakan batas imaginer Indonesia Barat dan Indonesia Timur yang disebut garis Wallace.

Dalam Buku The Malay Archipelago yang terbit tahun 1869 ia lukiskan keindahan Kota Mataram dengan jalan yang lurus membentang, dinaungi pohon-pohon rindang di tepi kanan kirinya, bertautan di tengah seolah payung yang menaungi jalanannya.

Jalan Panjang dengan Sejarah Panjang di Jantung Kota Mataram, Lombok Info
Salah satu Pohon Kenari tua yang berumur seratus tahun lebih di Jalan Pejanggik depan Kantor Polisi Militer (POM) TNI Angkatan Darat. (Bambang Parmadi)

Sementara di belakang pepohonan tersebut terdapat tembok tanah yang memagari rumah-rumah penduduknya.

Kemudian Dokter Julius Karel Jacobs yang berkunjung ke Mataram pada tahun 1883 dalam tulisan yang berjudul Eenigen tijd Onder de Baliers menyebut jalanan di Kota Mataram dalam kondisi yang bagus saat ia berkunjung.

Di malam hari sepanjang jalan akan diterangi oleh nyala obor bambu yang diletakkan dengan interval jarak setiap dua puluh meter. Di bawah pepohonan rindang pada tepian jalan lurus yang panjang, nyala obor itu menciptakan efek keindahan yang luar biasa.

Karena keindahan yang dilihat sebagaimana gambaran di atas, bahkan para penjelajah maupun para ilmuwan dari Eropa yang berkunjung ke Mataram menyebutnya sebagai Paris from East, dan keindahan itu semakin sempurna dengan keberadaan taman kerajaan yang berada di pusat kota, di depan Puri Mataram (Kantor Gubernur NTB saat ini).

Peristiwa unik pernah terjadi seratusan tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1989 ketika serombongan turis dari Belanda datang ke Mataram, di mana salah satu agenda wisatanya adalah mengunjungi pohon-pohon tua itu.

Beberapa di antara rombongan turis dari negeri kincir angin itu tidak hanya mengambil gambar dan merekamnya dengan kamera video, tetapi dengan emosional memeluk dan membelai-belainya.

Rupanya bukan hanya mendapat cerita dan membaca pustaka, bahkan di antara wisatawan itu adalah anak cucu dari mereka yang dulu menjadi bagian langsung dari pemerintahan kolonial Belanda di Mataram.

Cerita menarik tentang pohon-pohon tua dan wisatawan dari Belanda itu diungkapkan oleh Almarhum Fathurrahman Zakaria dalam bukunya Mozaik Budaya Orang Mataram.

Satu hal lagi yang mudah-mudahan juga segera mendapat perhatian Pemerintah Kota Mataram, yaitu bahu jalan di bawah deretan pohon-pohon kenari itu.

Bahu jalan yang sebetulnya cukup lebar yakni sekitar 4-5 meter itu kondisinya saat ini tidak sama. Ada yang menjadi trotoar, ada yang menjadi taman kecil, ada juga yang sudah menyatu dengan lahan di hadapannya.

Jika bahu jalan ini bisa ditata ulang atau dikembalikan kondisinya, maka mulai dari depan Lapangan Malomba / Kantor Perwakilan OJK hingga ke titik nol kilometer atau bahkan sampai di perempatan Cakranegara di sisi timur bisa menjadi pedestrian yang sangat bermanfaat bagi warga masyarakat.

Bahkan selain bermanfaat sebagai lahan pedestrian, tentu juga akan semakin mempercantik wajah Kota Mataram, kota kecil yang ternyata menyimpan sejarah yang cukup panjang.**

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here