Patung yang mengambarkan ketika Putri Mandalika akan menyeburkan diri ke laut dan kemudian berubah menjadi Nyale. (dimensiindonesia.com)
Patung yang mengambarkan ketika Putri Mandalika akan menyeburkan diri ke laut dan kemudian berubah menjadi Nyale. (dimensiindonesia.com)

LOMBOK INFO – Acara tahunan Festival Adat Bau Nyale akan digelar pada tanggal 10 dan 11 Februari 2023 yang akan datang di Pantai Seger, Kawasan Wisata Mandalika.

Penentuan tanggal tersebut disepakati berdasarkan hasil musyawarah adat atau Sangkep Warige yang dilaksanakan di Desa Wisata Ende, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah baru-baru ini.

Selain unsur-unsur terkait dari Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, musyawarah adat untuk menentukan pelaksanan Bau Nyale tersebut dihadiri tokoh-tokoh adat maupun tokoh agama, terutama dari desa-desa di sekitar Kawasan Wisata Mandalika.

Dikutip dari lomboktengahkab.go.id, pelaksanaan Festival adat Bau Nyale dilaksanakan pada setiap tanggal 20 bulan 10 berdasarkan penanggalan tradisional Suku Sasak, ditambah dengan pengamatan terhadap tanda-tanda alam di sekitar pantai selatan Kabupaten Lombok Tengah.

Tanda-tanda alam tersebut di antaranya bunyian Tengkere (sejenis serangga), kemunculan Bintang Rowot, serta tanda alam lain sesuai yang disampaikan oleh para tokoh dalam ritual Sangkap Warige.

Bau Nyale merupakan adat kebiasaan masyarakat desa-desa sekitar pantai di selatan Pulau Lombok, khususnya di Kawasan Wisata Mandalika, berupa penangkapan terhadap satu jenis cacing tertentu yang disebut Nyale, yang hanya muncul di pantai sekali dalam setahun.

Ketika cacing-cacing warna warni tersebut muncul dalam jumlah yang sangat banyak masyarakat akan beramai-ramai menangkapnya untuk dikonsumsi dengan berbagai cara memasaknya.

Berdasarkan cerita rakyat yang beredar turun temurun, cacing-cacing tersebut merupakan jelmaan dari seorang putri kerajaan bernama Putri Mandalika yang mengakhiri hidup dengan menceburkan dirinya di laut selatan Lombok.

Putri cantik tersebut memilih mengakhiri hidupnya dengan menceburkan diri ke laut karena tidak mau memilih salah satu dari banyak perjaka yang saling berebut untuk memilikinya.

Dengan menceburkan diri ke laut dan mengubah dirinya menjadi cacing yang bisa dimakan, maka pengorbanan putri tersebut justru memberikan manfaat bagi banyak orang, tidak hanya bagi satu orang laki-laki yang ingin memilikinya.

Nama putri dalam legenda itu pulalah yang kemudian dibadikan oleh Masyarakat Lombok untuk menamai berbagai tempat atau obyek-obyek tertentu, seperti nama terminal bus di Mataram, dan juga nama kawasan wisata yang kini mendunia di sekitar pantai selatan Kabupaten Lombok Tengah.**

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here