IMG20240831101534-302ce985
Daus Gong, ritual membersihkan seperangkat gamelan di Desa Wisata Bonjeruk, Lombok Tengah (Bambang Parmadi)

Secara harfiah “daus” dalam Bahasa Sasak berarti mandi. Sedangkan gong di sini bisa dilihat sebagai wakil dari seperangkat alat musik (gamelan). Sehingga arti selengkapnya dari frasa Daus Gong adalah kegiatan atau upacara memandikan membersihkan (memandikan) seperangkat gamelan.

Dalam hal ini adalah seperangkat gamelan dari Sekehe (kelompok kesenian) Gendang Beleq Gema Tastura di Desa Wisata Bonjeruk, Kabupaten Lombok Tengah. Acara ini sekaligus merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Bondjeroek Culture Festival.

Kegiatan Daus Gong ini dilaksanakan pada Hari Sabtu pagi (31/9/2024) di sebuah mata air / kolam kecil yang oleh  warga Desa Bonjeruk disebut Buwun (sumur) Mertak.

Bukan sekedar laku harfiah memandikan alat musik, tetapi lebih dari itu, ritual ini menjadi perlambang sebuah upaya untuk selalu menjaga “kebersihan” aktifitas kesenian agar terhindar dari perilaku yang buruk dan tidak sesuai dengan syariat agama.

Selain itu juga sebagai pengingat bahwa kegiatan kesenian itu mesti memberi manfaat, baik bagi para pelakunya maupun masyarakat luas, bukan justru membawa mudharat dan keburukan.

Acara diawali dengan kirab dari Sanggar Sekehe Gema Tastura menuju Buwun Mertak, melalui jalan desa sepanjang kurang lebih dua kilometer, diikuti berbagai kalangan masyarakat, termasuk perangkat pemerintah desa, para tokoh agama & tokoh adat, juga beberapa undangan yg hadir.

Tiba di lokasi sumur tua Buwun Mertak ritual pun dilakukan dengan dipimpin seorang tetua adat. Beberapa ubarampe (perlengkapan) nampak menyertai upacara ini, seperti dulang berisi beberapa jenis jajanan, kendi, bunga, dan juga seekor ayam jantan berwarna putih.

Menurut paparan narator pada acara itu, ritual ini sudah dilakukan sejak jaman lampau oleh para pendakwah Agama Islam di Desa Bonjeruk yang seperti cerita para penyebar agama (wali) di Tanah Jawa juga, menggunakan musik sebagai pendukung kelancaran dakwahnya.

 

Walaupun sepintas acara ini terlihat seperti ritual peninggalan masa Pra Islam, tetapi dalam pelaksanaannya tidak boleh ada hal-hal yang menyimpang dari syariat.

DAUS GONG, RITUAL MENJAGA KELESTARIAN DAN KEBERMANFAATAN KESENIAN DI DESA WISATA BONJERUK, Lombok Info
Sebelum pelaksanaan kegiatan Daus Gong para peserta melakukan kirab dari lokasi sanggar menuju sumur tua tempat pelaksanaan upacara (Bambang Parmadi)
DAUS GONG, RITUAL MENJAGA KELESTARIAN DAN KEBERMANFAATAN KESENIAN DI DESA WISATA BONJERUK, Lombok Info
Secara beriringan seperangkat gamelan Gendang Beleq dibawa masuk ke area sumur tua Buwun Mertak untuk dilakukan ritual pembersihan (Bambang Parmadi
DAUS GONG, RITUAL MENJAGA KELESTARIAN DAN KEBERMANFAATAN KESENIAN DI DESA WISATA BONJERUK, Lombok Info
Selain masyarakat Desa Bonjeruk, upacara Daus Gong juga dihadiri banyak undangan, termasuk para pemenang Putri Mandalika 2024 (Bambang Parmadi)

Seperti adanya binatang sebagai begian kelengkapan upacara, tidak disembelih kemudian darahnya juga ikut digunakan, tetapi setelah pencucian gamelan ayam jago itu dilepas dan akan menjadi rejeki bagi peserta upacara ataupun pengunjung yg berhasil menangkapnya.

Momentum ini sekaligus menjadi perlambang bahwa rejeki setiap orang sudah Tuhan atur pembagiannya, dan kita tidak boleh iri ketika kita melihat rejeki itu menghampiri orang lain.

Selesai seperangkat gamelan itu dimandikan, acara ditutup dengan pembacaan doa dan makan bersama.

(Mas Bepe)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here