
LOMBOK INFO – Bertempat di Bioskop CGV Transmart Mall pada Hari Minggu (30/10) kemarin diluncurkan sebuah film pendek karya para sineas Lombok yang berjudul Bukan Galih dan Ratna.
Nampak salah satu ruangan dari bioskop multiplex di Kota Mataram itu dipadati pengunjung, terutama dari kalangan remaja yang sangat antusias untuk menyaksikan pemutaran perdana film pendek karya para sineas muda di Pulau Lombok tersebut.
Bagi para remaja generasi tahun 1980an cerita Galih dan Ratna yang berkisah tentang romantisme dunia remaja sangat lekat dalam ingatan, bahkan bisa disebut dua nama itu menjadi legenda bagi mereka.
Setelah populer sebagai cerita novel, lakon itupun meraih sukses besar ketika diangkat ke layar lebar.
Tetapi bercerita tentang dua tokoh dengan nama yang sama, film Bukan Galih dan Ratna berbeda dengan cerita Galih dan Ratna yang ngehits di tahun 1980an di atas.
Pada film Bukan Galih dan Ratna ini tema yang diangkat adalah seputar prolematika dalam dunia digital yang sudah menjadi bagian keseharian masyarakat kekinian, termasuk anak-anak remaja, yakni terkait penyebaran berita bohong (hoax), pencurian data (phising), dan perundungan di dunia maya (cyberbullying).
Tema terkait perilaku negatif pada interaksi dalam dunia digital di atas menjadi kegelisahan seorang Nurliya Ni’matul Rahmah, salah seorang penggiat literasi digital/ Jawara Internet Sehat di Lombok.
Setelah beberapa waktu bergelut dengan berbagai problema dalam dunia digital dan memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalui berbagai forum, terpikir dalam benak pengajar di salah satu kampus swasta di Mataram itu untuk mengkomunikasikannya dalam bentuk yang lain, yakni melalui film.
Gagasan perempuan yang akrab disapa Liya itu pun disambut dengan antusias oleh Islah Taufik, sesama penggiat literasi digital yang juga aktif dalam dunia film dan video. Setelah melalui sesi-sesi diskusi yang cukup panjang, proses kreatif pembuatan film itu pun dimulai.

Dengan kerja keras dan berbagai drama yang mengiringinya, Taufik selaku sutradara berhasil memimpin dan mengarahkan semua yang terlibat menyelesaikan kerja kreatif mereka sesuai yang direncanakan.
“Kalau film tadi itu termasuk drama, sebetulnya jauh lebih seru drama di balik pembuatannya,” kata Taufik setengah bergurau kepada Lombok Info.
“Ada pemain yang jam tiga dini hari harus pulang karena paginya harus masuk sekolah, tapi jam dua siang dia sudah ada lagi di lokasi shooting. Ada crew yang kesurupan, terus Mas Taufik harus pulang karena istrinya masuk rumah sakit. Wah, luar biasa itu dramanya,” ujar Liya menimpali. “
Sementara terkait proses kreatif yang berlangsung, pembuatan film pendek non komersial tetapi memenuhi standar layar lebar itu memberikan pengalaman yang berharga pula bagi para awaknya.
Akhirnya kerja keras Taufik, Liya, Billy Agata dan Annisa Luthfia yang berperan sebagai Galih dan Ratna, dan semua yang terlibat dalam pembuatan film edutainment bermuatan literasi digital dan juga memasukkan unsur budaya lokal termasuk bahasa daerah itu pun cukup membanggakan.
Pihak ICT Watch di Jakarta selaku penggagas program Jawara Internet Sehat pun memberikan apresiasi yang tinggi pada karya para pelaku kreatif khususnya film di Lombok itu.
“Film yang luar biasa keren ini tidak hanya akan diputar di Lombok dan NTB, tapi akan kami bawa keliling Indonesia, bahkan juga ke beberapa negara bersama Whatsapp Corporation selaku mitra pendukung ICT Watch,“ ujar Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti yang hadir dalam pemutaran perdana film tersebut.**