
Agrowisata Gula Aren di Desa Kekait, Lombok Barat, yang dibangun sejak akhir tahun 2018, ternyata tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kini menyisakan berbagai sarana prasarana yang terbengkalai, dan bahkan mulai rusak pada beberapa bagiannya.
Bangunan gallery penjualan yang kosong, toilet yang kotor, bahkan beberapa berugak yang bambunya mulai lapuk dan atapnya roboh menjelaskan betapa proyek agrowisata masyarakat ini tidak lagi dikelola dengan baik.
Dengan dukungan pendanaan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pengembangan Agrowisata Gula Aren di Desa Kekait ini awalnya diharapkan menjadi destinasi unggulan berbasis potensi lokal.
Selain keindahan alam berupa kebun di tepi hutan dengan Pohon Aren sebagai tanaman utamanya, proyek agrowisata ini bertujuan untuk mengenalkan potensi Gula Aren Kekait sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.
Berlokasi di area yang asri dengan aliran sungai yang jernih di depannya, tempat ini menawarkan pemandangan indah, suasana tenang, juga pengetahuan tentang pengolahan atau pembuatan gula aren dari mulai penyadapan air nira hingga proses pembuatannya.
Kepala Desa Kekait, Masjudin Jahlan, mengakui bahwa agrowisata ini sesungguhnya potensi ekonomi yang cukup besar bagi Desa Kekait. “Kami sudah mendukung melalui dana desa, tapi anggaran terbatas. Untuk jangka pendek, kami berencana memperbaiki akses ke galeri agrowisata serta menyediakan fasilitas pendukung,” paparnya kepada Lombok Info di kantornya baru-baru ini.
Beberapa bagian akses menuju ke area tersebut, termasuk jembatan yang melintang di sungai depan gallery memang rusak karena terpapar banjir besar pada akhir tahun 2021 silam.
Tetapi pihaknya juga menyadari yang paling utama memang dibutuhkan adanya kesungguhan dari para pengelolanya, dalam hal ini Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), ditambah dengan strategi promosi yang lebih efektif.
Sehingga sebagaimana diharapkan agrowisata ini bisa menjadi ikon Desa Kekait melalui kegiatan edukasi, festival tahunan, dan pengembangan paket wisata yang memberikan dampak positif berupa peningkatan penghasilan bagi masyarakat.
Suasana sejuk, asri dan indah di area agrowisata seharusnya menjadi keunggulan, tetapi tanpa pengelolaan yang baik, potensi itu sulit dimaksimalkan.
Dampak terbengkalainya agrowisata ini juga dirasakan oleh mereka yang berjualan di sekitar lokasi, seperti Siti, yang berjualan di dekat gerbang masuk area tersebut.
“Pembeli di warung ini lebih banyak mereka yang lewat (dari atau ke Lombok Utara,red.) dan pengin istirahat, kalau pengunjung agrowisata sedikit sekali, cuma satu dua”, ujarnya kepada Lombok Info.
“Padahal produk kami seperti tuak manis dan gula aren ini sebenarnya banyak dicari,” tambahnya.
Ibu Siti berharap agrowisata ini bisa dikelola dengan baik supaya bisa ramai dan berkembang. Tidak sepi dan terkesan kurang terawat, bahkan terbengkalai seperti sekarang ini.**